Novel oleh: Isrina Sumia
Akhirnya hari itu kami benar-benar jalan. Beriringan. Hahahaha. Geli sih jika diingat, Bowo berjalan persis di belakang Bus sedang aku di dalam sambil memeluk helm yang baru saja kulepas.
Jarak Mall dengan tempat kami bertemu hanya tiga kilometer. Tidak terlalu jauh dan ini adalah pertama kalinya aku masuk ke dalam Mall terbesar di Jakarta utara. Setelah naik metro, kulanjutkan naik angkot menuju Mall. Sampai di situ Bowo masih mengikuti. Angkut berhenti persis di depan Mall, pun dengan Bowo yang begitu saja melipir mendekat.
“Bu Haji jalan ke masjid itu bisa nggak? Saya mau parkir motor dulu soalnya.”
“Oh ya oke oke!” kataku.
Bowo memutar balik motornya, sedang aku langsung menuju masjid. Lahan masjid yang luas disewakan untuk lahan parkir bagi pengunjung Mall. Tak hanya aku, ada juga beberapa gadis di sepanjang trotoar depan masjid yang sepertinya juga sedang menunggu pasangan mereka. Tapi aku dan Bowo bukan pasangan. Kami hanya berteman dan sepertinya akan begitu selamanya. Semua sudah tertebak dari warna kulit kami. Bak susu putih, dan kopi susu.
Tak lama Bowo keluar setelah memarkirkan motor. Diikuti dengan beberapa pemuda lain yang begitu saja langsung bergandengan tangan dengan pasangannya.
Aku melotot, sambil berbisik, “mereka pacaran apa suami istri?”
“Pacaran lah Bu Haji! Mana ada suami istri gandingan tangan begitu, Ahahahay!”
“Emang iya!”
“Romantis itu saat pacaran, visi misi itu saat menikah, berjuang setelah punya anak.”
“Sotoy Pak Haji!” kataku meledek.
Di antara mereka hanya kami berdua yang berjalan menjaga jarak. Tak saling bersentuhan, paling sesekali bahu kami menempel. Namun, itu pun proses yang tidak disengaja karena penuhnya pengunjung Mall di beberapa titik.
Pertama masuk ke dalam lobby. Tempat yang kami kunjungi adalah gerai roti Boy. Antriannya penuh dan kami berdua sama-sama mengantri. “Ini roti apa sih antriannya banyak banget!” kataku.
“Enak Bu Haji, satu rasa tapi sejuta makna, Ahahaay!”
“Apaan sih Wo!” Tertawa aku lihat tingkahnya.
Tiba di kasir, tertera harga di sana, 15ribu untuk dua buah. Kukeluarkan uang pecahan lima ribu dan seribuan tiga buah kemudian menyodorkannya ke arah Bowo.
“Apaan sih Bu Haji! Dah saya bayarin!” lanjutnya. Setelah itu sambil jalan Bowo memakan rotinya sedang aku mengekor di belakangnya.
“Ish nggak enak Wo, gua enggak mau ngutang,” kataku memaksa, meletakkan uang di saku kemeja kotak berwarna biru yang dia kenakan hari itu.
Bowo kemudian berhenti dia rogoh, lalu dia bilang. “Apaan sih Bu Haji, yang ajak Ibu kan saya. Jadi saya yang nanggung!”
“Oh gitu, rumusnya.”
“Iyalah!” timpalnya sambil melahap roti.
“Ya udah kalo gitu next time gantian saya yang ngajak ya Pak, nanti saya yang traktir.”
“Yah Enggak bisa juga lah,” balasnya.
“Kenapa?”
“Ibu kalo mau ajak ya ajak aja, enggak usah traktir. Harga diri saya bisa tercemar kalo traktir cewek!” Mulutku miring mendengarnya tapi dia malah tertawa lalu tersedak. Ku keluarkan botol minuman dari dalam tas lalu dia kebingungan. “Bu Haji bawah botol minum?”
“Iyah!” Dia tertawa meledek tapi air di botol dia habisi juga. Dasar.
“Makan Bu Haji!”
“Nanti aja, cari tempat duduk dulu.” Dia melihatku.
“Emangnya enggak boleh ya, makan sambil jalan?”
“Ya sunahnya si duduk.”
“Sunah? Tapi enggak haram kan?”
“Ya enggak. Sunah itu kan seperti lebih baik gitu mudahnya.”
“Oo begitu,” katanya sambil memasukkan sisa-sisa roti ke dalam mulutnya lalu tertawa. “Ini yang terakhir!” Aku tertawa.
“Kita mau ke mana lagi?” kataku.
“Hmmm … nonton aja yuk!” ajaknya.
Alisku kemudian terangkat. Seumur-umur aku belum pernah nonton bioskop, dan lagian Bapak pernah melarang anak-anaknya untuk masuk ke ruangan gelap itu. Kata Bapak, potensi pelanggaran sangat besar. Jadi sepanjang perjalanan menuju bioskop di lantai tiga, kepalaku berisi wejangan-wejangan Bapak yang menakutkan. Sabuk Bapak yang terbuat dari kulit sapi juga tak luput melintas di kepala.
Tiba di bioskop, kami berputar-putar melihat poster film.
“Bu Haji suka film horror enggak?” ucapnya di depan poster film The Others Nicole Kidman.
“Enggak terlalu.”
“Nonton ini aja ya Bu, seru. Saya mah enggak suka film Indonesia,” kata Bowo.
Tanpa menunggu persetujuan dariku, Bowo langsung ke meja kasir dan hendak membeli tiket. Aku yang enggak ngerti apa-apa, hanya diam dan mengikuti.
“Bu Haji mau duduk di sebelah mana?” tanya Bowo lagi, sambil memintaku untuk melihat layar yang ditunjukkan petugas.
“Yang kosong yang mana Mba?” tanyaku ragu-ragu.
“Yang hijau kosong semua.”
“Hijau kosong semua!” Aku berseru sambil melotot.
“Iya Mba.” Mbaknya malah senyum.
“Jadi yang nonton baru ada empat orang gitu?”
“Iya Mba, soalnya filmnya sudah ongoing sejak bulan lalu. Sudah banyak yang nonton ….”
Saat si Mbak menjelaskan, pikiranku malah mengembara ke suasana gelap, dingin dan sepi di dalam nanti. Bagaimana jika … Enggak mungkin. Bowo mana mungkin khilaf, yang ada malah akunya yang khilaf.
“Enggak jadi deh Mba.”
“Loh kenapa Bu haji!”
“Saya mules Pak!” kataku sambil buru-buru keluar bioskop. Aku berjalan cepat dan Bowo mengekor di belakang. Pas ingin berbelok ke arah toilet, aku justru berpapasan dengan seseorang yang wajahnya tak asing denganku.
“Mia!” Dia Sarah teman SDku.
“Sarah!” Mulesku seketika langsung hilang.
“Ama siapa lu Sar?”
“Tuh sama Ferdi dan pacarnya.” Ferdi juga teman SDku, aku berteriak menyapa.
“Itu siapa?” bisik Sarah dan baru kusadar, Bowo sudah berdiri di belakangku. “Pacar lu?” tambah Sarah kemudian.
“Yaaa bukanlaaah!” jawabku ngeles sambil cubit lengan Lia yang sedikit berisi. Bedanya aku tambun Sarah sintal. Wajah Sarah cantik, hidungnya sama mancung dan bulatnya persis dengan Bowo, kulit Sarah putih bersih, gadis asal Bugis itu adalah anak Pak Lurah yang sudah pasti hidup dan perawatan terjamin meski tubuhnya berisi.
“Kenalin donk,” bisik lagi Sarah. Diam-diam kuperhatikan Bowo dia hanya diam saja.
“Wo, kenalin ini teman SD gua!” kataku dan keduanya pun berjabat tangan.
“Bu Haji katanya mules!” tegur Bowo.
“Oh ya lupa!” Aku baru ingat, padahal tadi Cuma pura-pura mules supaya Bowo mengurungkan niatnya. “Udah ilang Wo.”
“Eh Mia, kita makan yuk,” ajak Sarah dan refleks aku langsung melihat Bowo.
“Ya udah,” kata Bowo.
Aku tahu, aku terlalu bodoh untuk menghargai usaha Bowo yang entah tujuannya apa mengajakku jalan. Karena jujur saja, aku sudah terlanjur salah tingkah sejak masuk ke dalam Mal ini berdua saja dengannya. Jadi apapun yang dia lakukan, dia pinta hanya membawa keresahan di hati.
Bersama Sarah, Ferdi dan Pacarnya bernama Ayu. Kami menuju foodcourt. Dan di sepanjang perjalanan menuju foodcourt itulah aku merasa terasingkan.
Sejak langkah pertama Sarah tak ada henti-hentinya mendekati Bowo. Mereka bahkan jalan berdua di depanku, meninggalkan aku sendiri begitu saja. Aku tersenyum, dan akhirnya yakin jika Bowo mengajakku hanya sebatas teman. Hanya itu, dan sebagai manusia yang dilahirkan tak sesempurna Sarah atau Ayu, dan teman-temanku lainnya yang berbadan semampai aku hanya bisa berbuat baik sebisa mungkin, menguatkan hati meski dibully berkali-kali, dan tak bermimpi terlalu tinggi.
Air mataku saat itu hampir saja keluar, tak tahu kenapa. Tapi mungkin, itu yang dinamakan cemburu. Aku cemburu, saat Bowo mulai memerhatikan Sarah.
“Makan apa Mia?” tanya Sarah, menoleh ke arahku.
“Bu Haji kenapa?” tanya Bowo. Aku tersenyum, cengengesan.
“Enggak apa-apa,” kataku.
“Beneran?” Bowo mempertegas.
“Bener kok, ya udah mau makan apa kita?” tanyaku sambil menampilkan senyum terlebarku.
“Tepanyaki gimana?” kata Sarah.
“Bosen ah, Steak aja, Fiesta,” celetuk Ayu pacar Ferdi.
“Kalo lu mau apa Mia?”
“Fastfood, KFC aja,” kataku sambil tersenyum, karena uangku memang hanya cukup untuk membeli paket ayam dan nasi di KFC atau MCD.
“Ya ampun bosen banget sumpah, KFC,” tambah Ayu. Aku diam tersindir, mereka bosan aku mah senang, apalagi kalo beli yang ada paket es krimnya.
“Ya udah kalian makan masing-masing aja!” celetuk Bowo.
“Saya dan Mia mau makan di KFC!” lanjut Bowo.
“Ish enggak seru deh, ya udah deh KFC!” kata Sarah.
Kami kemudian pergi, menuju gerai KFC, sampai di sana, duduk kami di kursi dan meja yang cukup untuk lima orang. Setelah aku duduk Bowo berdiri, dia bilang, “biar saya aja yang pesan!”
“Oh ya udah,” kata Sarah.
“Sayang kamu pesan, ya!” pinta Ayu pada Ferdi, dan kedua pemuda itu kini memesan makanan sedang aku diam saja, melihat wajah-wajah mereka di hadapan. Sambil menunggu, Sarah dan Ayu langsung mempreteliku dengan sejumlah pertanyaan tentang Bowo.
“Eh! Serius si Bowo belom punya cewe?” tanya Sarah dan aku mengangguk.
“Lu teman deketnya Mia?” tanyanya lagi.
“Enggak terlalu sih.”
“Terus lu ke sini ngapain?”
“Ya main aja.”
“Sama Bowo?”
“Iya.”
“Kalian sedang enggak PDKT kan?”
“PDKT?”
“Pendekatan!”
“Ahhh enggak kok!”
“Teman tapi mesra kali kayak lagu Mulaan!” celetuk Ayu.
“Enggak juga,” aku menolak dikatakan begitu.
“Ya paling Cuma jalan aja kali Nong!” kata Ayu pada Sarah, terus Ayu berbisik sama Sarah lalu keduanya cekikikan, “iya juga sih,” kata Sarah.
Lalu keduanya tertawa geli di depanku seperti mengejek. Aku hanya menunduk, bibirku cemburut dan begitu berat untuk tersenyum seperti pertama kali aku masuk ke dalam Mall bersama Bowo.
Kutarik napas dalam-dalam dan berharap keajaiban sedikitnya datang padaku. Aku ingin menghilang.
Tapi bukannya menghilang, suara cekikikan mereka malah semakin hebat. Lalu tiba-tiba Bowo datang dengan membawa baki. Dia duduk di sebelahku, lalu menyajikan semua makanan di depanku. Dua Nasi, Dua sup, Dua Ayam potongan dada, Dua es krim, Dua bungkus kentang goreng, dan dua gelas cola.
“Makan yang banyak Bu Haji!” katanya.
“Buat aku mana Wo?” tanya Sarah. Aku menoleh ke Bowo, pemuda itu menyeringai. .
“Lu ke sini datang ama siapa?” tanya Bowo membuat senyumanku yang hilang balik dan pulih seperti semula, di depan Sarah kubaca bismillah kencang-kencang lalu menggigit Ayam seperti iklannya, sambil berkata, “KFC Jagonya Ayam!” Sarah langsung bangkit dan pergi seperti orang ngambek.
-II-
Wpbingo
Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Nam fringilla augue nec est tristique auctor. Donec non est at libero vulputate rutrum. Morbi ornare lectus quis justo gravida semper. Nulla tellus mi, vulputate adipiscing cursus eu, suscipit id nulla.
Wpbingo
Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Nam fringilla augue nec est tristique auctor. Donec non est at libero vulputate rutrum. Morbi ornare lectus quis justo gravida semper. Nulla tellus mi, vulputate adipiscing cursus eu, suscipit id nulla.